Yesus sedang dalam perjalanan
menuju Yerusalem, sementara orang-orang Farisi yang bersungut-sungut terus
mengincarNya dengan memasang siasat untuk menjebak dan membunuh-Nya.
“Orang ini makan sehidangan dengan orang berdosa! Tidak layak, tidak patut!”
Orang-orang Farisi memandang diri
mereka sebagai Pilar Rumah Israel; Penjaga Bangsa; orang-orang kuat, kokoh,
keras dan berpendirian kuat.
Dari antara kerumunan orang-orang
Farisi yang bersungut-sungut, terdengarlah suara sang Gembala berkata,
“Bersukacitalah bersama-Ku!”
Yesus mengundang orang-orang
Farisi dan ahli Torat untuk bergabung dengan Yesus dan tamu-tamunya yang lain
yang sudah ada didalam ruangan.
Lewat narasi sang Gembala, Yesus
Kristus mengundang orang-orang Farisi untuk ikut bersukacita, memenuhi hatinya
dengan sukacita yang melimpah dan menyambut dengan sukacita kembalinya
orang-orang berdosa dalam hubungan bersama dengan TUHAN.
Sukacita sang Gembala lepas,
bebas dan meluap-luap, tetapi Pilar yang kokoh itu merasa terancam. Sungguh
sangat aneh kenyataan yang terjadi saat itu.
Demikianlah kira-kira latar
belakang yang terjadi sebelum Yesus memberikan perumpamaan yang sangat
terkenal, yaitu perumpamaan tentang kehilangan.
Sikap dari orang-orang Farisi
yang bersungut-sungut terhadap apa yang Yesus lakukan bersama dengan
orang-orang buangan pada masa itu memicu Yesus untuk menceritakan sebuah perumpamaan.
Menceritakan sebuah perumpamaan
adalah cara yang wajar dan umum bagi para rabbi pada jaman itu dan Yesus adalah
rabbi Yahudi yang memiliki reputasi dengan pengikut banyak, namaNya sudah dikenal luas pada masa itu. Bayangkan
lima ribu orang mau duduk mendengarkan Dia bahkan mengikuti Yesus kemanapun Dia
pergi.
Yesus adalah seorang rabbi yang
mumpuni dan terlatih. Jadi anggapan bahwa Yesus adalah tukang kayu biasa adalah
anggapan yang tidak sepenuhnya benar. Nazareth pada masa kecil Yesus itu sedang
ramai karena dekat dengan Sephoris yang masa itu Herodes Antipas sedang
melakukan pembangunan infrastruktur besar-besaran, Yesus pasti juga ikut dengan
bapaknya karena pasti diperlukan banyak pekerja dalam pmebangunan
infrasturuktur ini.
Pada masa itu seorang Rabbi juga
memiliki pekerjaan lain selain mengajar. Shemmai adalah seorang tukang batu,
Rabbi Hillel adalah tukang kayu juga, Rabbi Saul adalah pembuat tenda. Nah, kerjaan
mereka hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Diantara
waktu-waktunya dipakai untuk berkumpul di kelompok haberim, yang ada saat
berkumpul mereka berdebat tentang Torah dan bagaimana mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Anak muda Yahudi memiliki
kesempatan untuk bergabung di kelompok ini setelah mereka lulus dari Beth
sepher. Jika mereka memutuskan untuk bergabung maka mereka harus berkomitmen sungguh
untuk menjadi murid dari rabbi-rabbi ini dan berpartisipasi dalam
diskusi/debat. Orang-orang Yahudi lainnya yang menghabiskan waktu luangnya di
tempat lain dan tidak ingin berpartisipasi dalam debat tersebut tidak dapat
masuk dalam kelompok ini. Para rabbi memanggil orang-orang yang demikian dengan
sebutan am ha-aretz yang artinya orang-orang awam. Jadi bisa dipastikan
Yesus bergabung dengan kelompok haberim ini, jenjang pendidikan ini
disebut beth Talmud, jika lebih dalam lagi dan nantinya menjadi Rabbi maka akan
berlanjut dengan Beth Midras.
Yesus sejak kanak-kanak sudah
menunjukkan kepandaian dan keinginan untuk belajar dan mengajar (lihat di Lukas
2:41-51). Dengan melihat pola ini mudah sekali untuk kita berasumsi atau
mengambil konklusi bahwa Yesus menghabiskan masa 18 tahun dengan senantiasa
berdiskusi dengan para rabbi, orang-orang cerdik pandai dan bijaksana yang di
Nazareth dan sekitarnya. Sehingga ketika usia tiga puluh tahun saat memulai
pelayanan publik secara terbuka Yesus mampu menunjukkan kemampuan berdebatnya yang
piawai sebagai seorang rabbi, maka tidaklah salah jika masyarakat memanggilnya
Rabbi.
Bisa diambil konklusi bahwa Yesus
adalah seorang master dalam memakai metaphora, perumpamaan, kiasan, menuturkan
drama dalam menyampaikan pengajaranNya.
Metaphora, kiasan, drama, dan
perumpamaan yang para rabbi pakai, termasuk Yesus pasti berkaitan dan
dipengaruhi oleh budaya lokal dan latar belakang sejarah dan atau current events
yang terjadi pada masa itu. Sehingga, ketika kita ingin memahami apa yang Yesus
katakan, ajarkan dan kerjakan ketika Dia berjalan di Bumi ini, kita harus
mengerti konteks budaya dan konteks sejarah Yahudi kala itu dan masa silamnya.
Kita harus melepas kacamata budaya kita dan menggantinya dengan kaca mata budaya
Yahudi.
Meskipun Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, namun peristiwa
dan tokoh dan tempat kejadiannya adalah di tanah Yahudi, sehingga benar-benar
kita harus mempertimbangkan aspek Keyahudian Yesus Kristus yang adalah Rabbi
yang mendapatkan pendidikan Yahudi abad pertama, yang menyampaikan
pengajarannya kepada orang-orang Yahudi pula, mereka mengerti namun tak jarang
juga tidak mengerti, apalagi kita. Audiens Yesus kala itu sama seperti rabbi
pada umumnya, yakni para orang-orang terdidik, komunitas haberim, ahli-ahli
Torat, orang Farisi, orang Saduki dan masyarakat awam. Selain orang-orang awam
ini, mereka, kelompok lainnya , jika kita perhatikan di dalam Alkitab, mereka
semua ini sering melempar pertanyaan untuk menjebak dan mengajak debat. Namun
Yesus selalu piawai dalam jawaban yang cerdas yang membuat rakyat terpesona dan
para terpelajar gelagapan.
Memahami perumpamaan yang Yesus
berikan kita harus memasuki dunia dimana Yesus hidup pada jaman itu, hal ini
akan membantu kita memahami simbol-simbol dari perumpamaan yang diberikan, bisa
jadi simbol tersebut mewakili banyak hal dan hanya sang empunya cerita yang
benar-benar tahu maksud sebenarnya dari simbol yang dia pakai dalam cerita
perumpamaan tersebut. Oleh sebab itu
kita harus berupaya sungguh masuk kedalam cerita, apa yang mau Yesus sampaikan.
Dan kita tahu tujuan dari perumpamaan
Yesus berikan di Lukas lima belas ini bahwa orang-orang Yahudi abad pertama
memerlukan kasih karunia TUHAN untuk bebas dari dosa-dosa.
Kembali ke Lukas lima belas tadi.
Yesus menerima orang-orang
berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka. Nah orang-orang Farisi dan ahli
Torat tidak senang melihat pemandangan ini, sehingga ini membuat mereka
bersungut-sungut. Menjawab gerundelan sungut-sungut Farisi dan Ahli Torat Yesus
menjawab dengan perumpamaan dengan tujuan mengajak orang-orang Yahudi kalangan
Farisi dan Ahli Torat untuk bersuka cita juga bersama-sama Dia dan
saudara-saudaranya orang-orang yahudi juga yang sedang makan bersama-sama
Yesus.
Jadi Lukas lima belas adalah satu
perumpamaan yang ditujukan untuk menjawab sungut-sungut orang Yahudi. Satu
Perumpamaan yang dibagi menjadi tiga babak. Jadi, tiga cerita ini adalah satu
perumpamaan dengan cerita ketiga sebagai penutupnya yang sebenarnya juga bukan
merupakan sebuah perumpamaan tetapi sebuah kisah yang audiens (orang Farisi dan
Ahli Torat) kenal dengan baik.
Mengapa tiga cerita ini merupakan
satu kesatuan? Perhatikanlah
Ada tiga contoh kehilangan, yang
menunjukkan sebuah progresvitas, dari hilang diladang, kemudian hilang di dalam
rumah terakhir kehilangan dalam sebuah keluarga. Dari jumlahnya kita lihat,
kehilangan 1 dari seratus, kehilangan 1 dari 10, terakhir kehilangan 1 dari
dua. Perumpamaan yang terakhir cukup penuh intrik, apakah kehilangan satu atau
keduanya hilang atau yang menyangka hilang ternyata adalah terhilang?
Selain progresivitas, ada banyak
pengulangan diantara ketiga cerita tersebut, yang jelas ada proses hilang dan
kemudian diketemukan. Kemudian kita lihat ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
menemukan kembali yang terhilang tersebut. Ketika yang terhilang diketemukan
diadakan sebuah pesta yang meriah dan semua orang diajak berpesta, didalam
pesta pasti ada makan, cerita terakhir malahan dengan jelas dikatakan ada
ternak tambun yang dipotong untuk pesta, ini bukan sembarangan ternak, tetapi
ternak yang sengaja dipelihara untuk dipotong dan dihidangkan dalam acara-acara
khusus. Kita juga akan menemukan
pengulangan tentang pertobatan, malaikat di Sorga bersukacita.
Jika kita perhatikan dengan
teliti, setiap awal cerita dimulai dengan kata tanya. Hanya dicerita terakhir
yang tidak ada kata tanya di awal cerita. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia
Terjemahan Baru dipakai kata “siapakah” dan “atau perempuan manakah”, tetapi hanya
di babak tiga tidak dipakai kata atau kalimat tanya sebagai pembuka. Yesus
membuka dengan perkatakan “ada seorang” dan ini adalah cara yang wajar dari
seorang Rabbi untuk menyampaikan maksud dan pengajarannya. Permulaan cerita,
tengah cerita, yang biasanya hampir sama dengan cerita permulaan diulang sehingga
audiens menangkap maksudnya dan babak tiga adalah gongnya. Closing dengan
cerita yang lebih panjang dan menegangkan dan hampir dipastikan saat cerita
terakhir berakhir, para pendengar akan mengerti maksudnya, yang bermasalah akan
merasa tertemplak dan harus buru-buru bertobat atau mengubah sikapnya. Dan ini
terjadi di Lukas lima belas ini.
Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." (Luk 15:1-2)
Badai dahsyat dapat dengan mudah
terjadi di Danau Galilea. Nelayan kawakan seperti Peter dan Yohanes pun sering
terjebak dalam badai. Bukan karena tidak tahu perhitungan, tetapi memang karena
nature Danau Galilea yang dikelilingi perbukitan memungkinkan mudahnya
terbentuknya badai. Lukas limabelas dimulai dengan suara gemuruh yang lebih
menggelegar daripada suara guruh di ditengah danau.
Tatanan keagamaan, tatanan
kerohanian merasa terancam dengan datangnya sang Innovator. Lukas lima belas
saat Yesus menceritkan perumpamaan ini, Dia dan murid-muridNya sedang dalam
perjalanan ke Yerusalem dan membiarkan badai terjadi dan kilat dan gemuruhnya
menerpa dan menghantam tubuh Yesus yang semakin lelah. Ya, gemuruh
sungut-sungut Farisi dan ahli torat adalah badai-badai tersebut. Yesus
menyampaikan perumpamaan ini untuk menanggapi sungut-sungut mereka. Ini
complain mereka “ia menerima orang-orang berdoasa dan makan bersama-sama dengan
mereka”
Ada tiga pihak yang terlibat
dalam peristiwa ini dan nanti masing-masing pihaka akan ada didalam perumpamaan
yang Yesus sampaikan. Pihak pertama adalah “orang benar”, yang kedua adalah
“orang berdosa”, dan terakhir adalah Kristus.
Ayat 1 sampai 10 dari Lukas lima
belas adalah sebuah prolog yang hanya mempunyai orang-orang berdosa dan Kristus
sebagai tokoh dalam cerita ini. Di ayat sebelas simbol “orang benar” memasuki
panggung cerita dalam wujud anak sulung.
Para pemungut cukai dan
orang-orang berdosa. Yunani dan Romawi memungut pajak melalui petugas
pajak, seorang yang ditugasi oleh penguasa untuk memungut pajak di area
tertentu, biasanya petugas pajak ini adalah orang-orang asing, gentiles bukan
Yahudi. Kebanyakan yang terjadi adalah mereka ini mengambil pajak sebanyak yang
mereka bisa ambil yang kemudian akan diserahkan kepada pihak yang berwenang
dengan jumlah tertentu yang telah ditetapkan dan sisanya boleh diambil. Di
Israel pada masa itu, petugas pajak ini memperkerjakan orang-orang lokal yakni
orang-orang Yahudi. Nah, orang-orang inilah yang sesungguhnya bekerja di
lapangan menarik pajak dari saudara-saudara sebangsanya, yang banyak
dipekerjakan adalah orang-orang jahat yang mementingkan diri sendiri dan
jelas-jelas terjadi banyak korupsi disini. So, bayangkan sendiri rakyat diperas
berkali-kali lipat, tidak bisa dihindari bahwa pemungut pajak yang orang lokal
ini juga mengambil lebih banyak dari yang menjadi targetnya. Orang-orang ini
lebih dibenci daripada penjajah, orang asing petugas pajak itu sendiri, sebab
orang-orang ini memeras rekan sebangsanya. Penghianat bangsa baik secara
religious ataupun politik dan sebutan pemungut cukai ini oleh orang Farisi
dimasukkan jadi satu dalam daftar yang sama dengan orang berdusa dan pezinah
dan sama juga dengan gentiles, kafir. Bagi Farisi kelompok ini adalah
orang-orang najis dan pelanggar hukum TUHAN.
Sehingga dengan label pemungut
cukai, orang berdosa dikategorikan unclean atau najis menurut Hukum yang mereka
pegang dan orang-orang najis ini datang kepada Yesus
Para pemungut cukai dan
orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.
KRISTUS YESUS MENERIMA
ORANG-ORANG BERDOSA! Inilah yang menjadi isu diantara mereka! Parah!!!
Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dan berkata
Kata bersungut-sungut ini adalah
kata yang sama dipakai di terjemahan Yunani perjanjian Lama (Septuaginta) διεγογγυζον.
Orang-orang Israel bersungut-sungut melawan Musa dan Harun di padang gurun,
(Keluaran 15:24; 16:2, 7-8; Bilangan 14:2; 16:11) dan hanya muncul dua kali di
Perjanjian Baru, Lukas 15 dan Lukas 19 :7. Perhatikan, narasi yang sama bukan?
Orang berdosa yang jadi masalah mereka.
Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." (Luk 19:7)
Dan inipun keluar dari mulut
orang-orang Farisi.
Anak kalimat “bersungut-sungutlah orang farisi dan tetapi semua orang yang melihat
itu bersungut-sungut” menunjukkan bahwa banyak orang yang bersungut-sungut,
bersungut-sungut diantara mereka mereka sendiri ataupula bersungut-sungut
dihadapan banyak orang. Suara-suara bising sungut-sungut ini menular dari
Farisi ke orang banyak yang nantinya suara gemuruh ini akan semakin naik
nadanya semakin keras suaranya dan menemukan puncaknya berteriak keras dengan
penuh kebencian “Salibkan Dia!”.
"Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."
Kata menerima disini memakai kata
Yunani prosdechomai προσδεχεται, dari kata dasar dechomai. Dechomai memiliki arti menerima, sedangkan prosdechomai
memiliki arti yang lebih dalam “menerima dalam kasih persaudaraan”.
Kata pertama dapat diartikan
sebagai kesediaan seseorang untuk menerima orang lain duduk dan berbicara. Kata
kedua memliki arti menerima sebagai seorang saudara. Pasti pernah dong
melakukan dan merasakan hal yang demikian? Menerima atau diterima sebagai
teman, yang bisa duduk dan ngobrol tetapi tidak sampai hubungan yang lebih
erat, sahabat layaknya saudara full into fellowship.
Kalimat diatas seharusnya ada
penekanan emosi dari orang-orang Farisi. Sinis. Dalam pandangan mereka, Yesus
Kristus sudah tercemari oleh orang-orang najis tersebut. Makan sehidangan
dengan mereka, dan perhatikan YESUS yang menerima mereka artinya bisa jadi
Yesus berlaku sebagai tuan rumah!!! Jreng-jreng!!!
Dan makan bersama-sama dengan
mereka (pula) (penambahan kata
pula utk memberikan efek emosi)
Makan bersama-sama di dalam rumah
dalam kultur Timur Tengah, saya pikir juga sama dengan kultur budaya kita di
Indonesia ini, bahwa menerima makan dirumah adalah tanda penerimaan total!
Dengan bersama mereka Yesus menerima orang-orang berdosa ini. Jika yang menjadi
tamu adalah seorang pemimpin atau guru spiritual maka orang-orang desa percaya
bahwa tamunya ini mengimpartasikan sebuah berkat dengan kehadirannya.
Bayangakan apa yang dipikirkan oleh orang-orang Farisi dan Ahli Torat, mereka
menganggap Yesus sudah tercemari dengan kenajisan tamu-tamuNya. Itulah yang ada
dibayangan orang-orang Farisi dan Ahli Torat tentang perjamuan makan antara
Yesus sang Tuan Rumah dan orang-orang yang dikucilkan oleh masyarakat yang
merasa dirinya benar!
Perhatikan bahwa di kemudian hari
ada tercatat perselisihan antara Petrus dan Paulus tentang masalah makan ini.
Paulus menceritakan peristiwa ini dari sisinya baca di Galatia 2:11-12
Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (Gal 2:11-12)
Isunya jelas, Petrus duduk dan
makan bersama-sama dengan orang-orang Kristen bukan Yahudi yang tak bersunat!!
Persahabatan adalah satu hal biasa, tetapi duduk dan makan bersama-sama adalah
lebih dari sekedar persahabatan.
Lalu Ia mengatakan perumpamaan
ini kepada mereka: (Luk 15:3)
Then Jesus told them this
parable: (Luk 15:3)
Lukas kemudian membawa kita masuk
kedalam tiga cerita dengan menyebut singular parable, satu perumpamaan. Seandainya
tiga cerita ini adalah tiga perumpamaan maka dia akan menyebut these
parables/perumpamaan-perumpamaan ini.
Ada dua tempat lagi dimana Lukas
melakukan hal yang serupa, Lukas 5:36-39 dan Lukas 6 :39-41.
Jadi jelas bahwa Lukas lima belas
ini adalah satu unit (Gordon menyebutkan tentang istilah sense unit).
Kata mereka merujuk pada yang
hadir pada saat itu, yang dengan tepat tertuju kepada ahli Torat dan
orang-orang Farisi akibat sungut-sungut mereka.
Perhatikan Yesus tidak mengatakan
perumpamaan ini kepada awam, audiens yang Yesus tuju adalah orang-orang
terpelajar, orang-orang yang terdidik sama sama seperti Yesus, kelompok haberim
juga, yang sekarang sedang kecewa dan marah kepada Yesus karena makan dan
menerima orang-orang berdosa, orang-orang buangan ini dalam sebuah fellowship,
persaudaraan yang penuh.
Dan bammmmm!!!! Yesus menghantam
mereka dengan babak pertama yang benar-benar menampar mereka!
Demikianlah para Rabbi mengajar
dan menyampaikan didikan, dengan bercerita, bukan dengan pernyataan atau
rumusan langkah-langkah untuk bisa berfellowship dengan Yesus.
Kasih karunia TUHAN untuk semua
orang, ini yang YESUS mau sampaikan, ayuuuk sini bersuka cita bersama karena
kasih karunia yang diberikan.
Yesus memakai kiasan, metaphora,
perumpaaman dan drama untuk menyampaikan pesan, kabar sukacita.
Yesus tidak berkata “kasih TUHAN
tidak ada batasnya”,
tetapi dia menceritakan
perumpamaan “Tentang yang Hilang”
Bersambung…