Monday, March 12, 2018

REJOICE WITH ME! [Luke Lima Belas]



Yesus sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem, sementara orang-orang Farisi yang bersungut-sungut terus mengincarNya dengan memasang siasat untuk menjebak dan membunuh-Nya.


“Orang ini makan sehidangan dengan orang berdosa! Tidak layak, tidak patut!”

Orang-orang Farisi memandang diri mereka sebagai Pilar Rumah Israel; Penjaga Bangsa; orang-orang kuat, kokoh, keras dan berpendirian kuat.

Dari antara kerumunan orang-orang Farisi yang bersungut-sungut, terdengarlah suara sang Gembala berkata, 
“Bersukacitalah bersama-Ku!”

Yesus mengundang orang-orang Farisi dan ahli Torat untuk bergabung dengan Yesus dan tamu-tamunya yang lain yang sudah ada didalam ruangan.

Lewat narasi sang Gembala, Yesus Kristus mengundang orang-orang Farisi untuk ikut bersukacita, memenuhi hatinya dengan sukacita yang melimpah dan menyambut dengan sukacita kembalinya orang-orang berdosa dalam hubungan bersama dengan TUHAN.

Sukacita sang Gembala lepas, bebas dan meluap-luap, tetapi Pilar yang kokoh itu merasa terancam. Sungguh sangat aneh kenyataan yang terjadi saat itu. 

Demikianlah kira-kira latar belakang yang terjadi sebelum Yesus memberikan perumpamaan yang sangat terkenal, yaitu perumpamaan tentang kehilangan.
Sikap dari orang-orang Farisi yang bersungut-sungut terhadap apa yang Yesus lakukan bersama dengan orang-orang buangan pada masa itu memicu Yesus untuk menceritakan sebuah perumpamaan.

Menceritakan sebuah perumpamaan adalah cara yang wajar dan umum bagi para rabbi pada jaman itu dan Yesus adalah rabbi Yahudi yang memiliki reputasi dengan pengikut banyak,  namaNya sudah dikenal luas pada masa itu. Bayangkan lima ribu orang mau duduk mendengarkan Dia bahkan mengikuti Yesus kemanapun Dia pergi.

Yesus adalah seorang rabbi yang mumpuni dan terlatih. Jadi anggapan bahwa Yesus adalah tukang kayu biasa adalah anggapan yang tidak sepenuhnya benar. Nazareth pada masa kecil Yesus itu sedang ramai karena dekat dengan Sephoris yang masa itu Herodes Antipas sedang melakukan pembangunan infrastruktur besar-besaran, Yesus pasti juga ikut dengan bapaknya karena pasti diperlukan banyak pekerja dalam pmebangunan infrasturuktur ini.

Pada masa itu seorang Rabbi juga memiliki pekerjaan lain selain mengajar. Shemmai adalah seorang tukang batu, Rabbi Hillel adalah tukang kayu juga, Rabbi Saul adalah pembuat tenda. Nah, kerjaan mereka hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Diantara waktu-waktunya dipakai untuk berkumpul di kelompok haberim, yang ada saat berkumpul mereka berdebat tentang Torah dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Anak muda Yahudi memiliki kesempatan untuk bergabung di kelompok ini setelah mereka lulus dari Beth sepher. Jika mereka memutuskan untuk bergabung maka mereka harus berkomitmen sungguh untuk menjadi murid dari rabbi-rabbi ini dan berpartisipasi dalam diskusi/debat. Orang-orang Yahudi lainnya yang menghabiskan waktu luangnya di tempat lain dan tidak ingin berpartisipasi dalam debat tersebut tidak dapat masuk dalam kelompok ini. Para rabbi memanggil orang-orang yang demikian dengan sebutan am ha-aretz yang artinya orang-orang awam. Jadi bisa dipastikan Yesus bergabung dengan kelompok haberim ini, jenjang pendidikan ini disebut beth Talmud, jika lebih dalam lagi dan nantinya menjadi Rabbi maka akan berlanjut dengan Beth Midras.

Yesus sejak kanak-kanak sudah menunjukkan kepandaian dan keinginan untuk belajar dan mengajar (lihat di Lukas 2:41-51). Dengan melihat pola ini mudah sekali untuk kita berasumsi atau mengambil konklusi bahwa Yesus menghabiskan masa 18 tahun dengan senantiasa berdiskusi dengan para rabbi, orang-orang cerdik pandai dan bijaksana yang di Nazareth dan sekitarnya. Sehingga ketika usia tiga puluh tahun saat memulai pelayanan publik secara terbuka Yesus mampu menunjukkan kemampuan berdebatnya yang piawai sebagai seorang rabbi, maka tidaklah salah jika masyarakat memanggilnya Rabbi.

Bisa diambil konklusi bahwa Yesus adalah seorang master dalam memakai metaphora, perumpamaan, kiasan, menuturkan drama dalam menyampaikan pengajaranNya.
Metaphora, kiasan, drama, dan perumpamaan yang para rabbi pakai, termasuk Yesus pasti berkaitan dan dipengaruhi oleh budaya lokal dan latar belakang sejarah dan atau current events yang terjadi pada masa itu. Sehingga, ketika kita ingin memahami apa yang Yesus katakan, ajarkan dan kerjakan ketika Dia berjalan di Bumi ini, kita harus mengerti konteks budaya dan konteks sejarah Yahudi kala itu dan masa silamnya. Kita harus melepas kacamata budaya kita dan menggantinya dengan kaca mata budaya Yahudi. 
Meskipun Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, namun peristiwa dan tokoh dan tempat kejadiannya adalah di tanah Yahudi, sehingga benar-benar kita harus mempertimbangkan aspek Keyahudian Yesus Kristus yang adalah Rabbi yang mendapatkan pendidikan Yahudi abad pertama, yang menyampaikan pengajarannya kepada orang-orang Yahudi pula, mereka mengerti namun tak jarang juga tidak mengerti, apalagi kita. Audiens Yesus kala itu sama seperti rabbi pada umumnya, yakni para orang-orang terdidik, komunitas haberim, ahli-ahli Torat, orang Farisi, orang Saduki dan masyarakat awam. Selain orang-orang awam ini, mereka, kelompok lainnya , jika kita perhatikan di dalam Alkitab, mereka semua ini sering melempar pertanyaan untuk menjebak dan mengajak debat. Namun Yesus selalu piawai dalam jawaban yang cerdas yang membuat rakyat terpesona dan para terpelajar gelagapan.

Memahami perumpamaan yang Yesus berikan kita harus memasuki dunia dimana Yesus hidup pada jaman itu, hal ini akan membantu kita memahami simbol-simbol dari perumpamaan yang diberikan, bisa jadi simbol tersebut mewakili banyak hal dan hanya sang empunya cerita yang benar-benar tahu maksud sebenarnya dari simbol yang dia pakai dalam cerita perumpamaan tersebut.  Oleh sebab itu kita harus berupaya sungguh masuk kedalam cerita, apa yang mau Yesus sampaikan. Dan kita tahu  tujuan dari perumpamaan Yesus berikan di Lukas lima belas ini bahwa orang-orang Yahudi abad pertama memerlukan kasih karunia TUHAN untuk bebas dari dosa-dosa.


Kembali ke Lukas lima belas tadi.
Yesus menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka. Nah orang-orang Farisi dan ahli Torat tidak senang melihat pemandangan ini, sehingga ini membuat mereka bersungut-sungut. Menjawab gerundelan sungut-sungut Farisi dan Ahli Torat Yesus menjawab dengan perumpamaan dengan tujuan mengajak orang-orang Yahudi kalangan Farisi dan Ahli Torat untuk bersuka cita juga bersama-sama Dia dan saudara-saudaranya orang-orang yahudi juga yang sedang makan bersama-sama Yesus.

Jadi Lukas lima belas adalah satu perumpamaan yang ditujukan untuk menjawab sungut-sungut orang Yahudi. Satu Perumpamaan yang dibagi menjadi tiga babak. Jadi, tiga cerita ini adalah satu perumpamaan dengan cerita ketiga sebagai penutupnya yang sebenarnya juga bukan merupakan sebuah perumpamaan tetapi sebuah kisah yang audiens (orang Farisi dan Ahli Torat) kenal dengan baik.

Mengapa tiga cerita ini merupakan satu kesatuan? Perhatikanlah
Ada tiga contoh kehilangan, yang menunjukkan sebuah progresvitas, dari hilang diladang, kemudian hilang di dalam rumah terakhir kehilangan dalam sebuah keluarga. Dari jumlahnya kita lihat, kehilangan 1 dari seratus, kehilangan 1 dari 10, terakhir kehilangan 1 dari dua. Perumpamaan yang terakhir cukup penuh intrik, apakah kehilangan satu atau keduanya hilang atau yang menyangka hilang ternyata adalah terhilang?

Selain progresivitas, ada banyak pengulangan diantara ketiga cerita tersebut, yang jelas ada proses hilang dan kemudian diketemukan. Kemudian kita lihat ada usaha-usaha yang dilakukan untuk menemukan kembali yang terhilang tersebut. Ketika yang terhilang diketemukan diadakan sebuah pesta yang meriah dan semua orang diajak berpesta, didalam pesta pasti ada makan, cerita terakhir malahan dengan jelas dikatakan ada ternak tambun yang dipotong untuk pesta, ini bukan sembarangan ternak, tetapi ternak yang sengaja dipelihara untuk dipotong dan dihidangkan dalam acara-acara khusus.  Kita juga akan menemukan pengulangan tentang pertobatan, malaikat di Sorga bersukacita.

Jika kita perhatikan dengan teliti, setiap awal cerita dimulai dengan kata tanya. Hanya dicerita terakhir yang tidak ada kata tanya di awal cerita. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Terjemahan Baru dipakai kata “siapakah” dan “atau perempuan manakah”, tetapi hanya di babak tiga tidak dipakai kata atau kalimat tanya sebagai pembuka. Yesus membuka dengan perkatakan “ada seorang” dan ini adalah cara yang wajar dari seorang Rabbi untuk menyampaikan maksud dan pengajarannya. Permulaan cerita, tengah cerita, yang biasanya hampir sama dengan cerita permulaan diulang sehingga audiens menangkap maksudnya dan babak tiga adalah gongnya. Closing dengan cerita yang lebih panjang dan menegangkan dan hampir dipastikan saat cerita terakhir berakhir, para pendengar akan mengerti maksudnya, yang bermasalah akan merasa tertemplak dan harus buru-buru bertobat atau mengubah sikapnya. Dan ini terjadi di Lukas lima belas ini.
Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." (Luk 15:1-2)
Badai dahsyat dapat dengan mudah terjadi di Danau Galilea. Nelayan kawakan seperti Peter dan Yohanes pun sering terjebak dalam badai. Bukan karena tidak tahu perhitungan, tetapi memang karena nature Danau Galilea yang dikelilingi perbukitan memungkinkan mudahnya terbentuknya badai. Lukas limabelas dimulai dengan suara gemuruh yang lebih menggelegar daripada suara guruh di ditengah danau. 
Tatanan keagamaan, tatanan kerohanian merasa terancam dengan datangnya sang Innovator. Lukas lima belas saat Yesus menceritkan perumpamaan ini, Dia dan murid-muridNya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan membiarkan badai terjadi dan kilat dan gemuruhnya menerpa dan menghantam tubuh Yesus yang semakin lelah. Ya, gemuruh sungut-sungut Farisi dan ahli torat adalah badai-badai tersebut. Yesus menyampaikan perumpamaan ini untuk menanggapi sungut-sungut mereka. Ini complain mereka “ia menerima orang-orang berdoasa dan makan bersama-sama dengan mereka”

Ada tiga pihak yang terlibat dalam peristiwa ini dan nanti masing-masing pihaka akan ada didalam perumpamaan yang Yesus sampaikan. Pihak pertama adalah “orang benar”, yang kedua adalah “orang berdosa”, dan terakhir adalah Kristus.

Ayat 1 sampai 10 dari Lukas lima belas adalah sebuah prolog yang hanya mempunyai orang-orang berdosa dan Kristus sebagai tokoh dalam cerita ini. Di ayat sebelas simbol “orang benar” memasuki panggung cerita dalam wujud anak sulung.

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Yunani dan Romawi memungut pajak melalui petugas pajak, seorang yang ditugasi oleh penguasa untuk memungut pajak di area tertentu, biasanya petugas pajak ini adalah orang-orang asing, gentiles bukan Yahudi. Kebanyakan yang terjadi adalah mereka ini mengambil pajak sebanyak yang mereka bisa ambil yang kemudian akan diserahkan kepada pihak yang berwenang dengan jumlah tertentu yang telah ditetapkan dan sisanya boleh diambil. Di Israel pada masa itu, petugas pajak ini memperkerjakan orang-orang lokal yakni orang-orang Yahudi. Nah, orang-orang inilah yang sesungguhnya bekerja di lapangan menarik pajak dari saudara-saudara sebangsanya, yang banyak dipekerjakan adalah orang-orang jahat yang mementingkan diri sendiri dan jelas-jelas terjadi banyak korupsi disini. So, bayangkan sendiri rakyat diperas berkali-kali lipat, tidak bisa dihindari bahwa pemungut pajak yang orang lokal ini juga mengambil lebih banyak dari yang menjadi targetnya. Orang-orang ini lebih dibenci daripada penjajah, orang asing petugas pajak itu sendiri, sebab orang-orang ini memeras rekan sebangsanya. Penghianat bangsa baik secara religious ataupun politik dan sebutan pemungut cukai ini oleh orang Farisi dimasukkan jadi satu dalam daftar yang sama dengan orang berdusa dan pezinah dan sama juga dengan gentiles, kafir. Bagi Farisi kelompok ini adalah orang-orang najis dan pelanggar hukum TUHAN.


Sehingga dengan label pemungut cukai, orang berdosa dikategorikan unclean atau najis menurut Hukum yang mereka pegang dan orang-orang najis ini datang kepada Yesus
Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.

KRISTUS YESUS MENERIMA ORANG-ORANG BERDOSA! Inilah yang menjadi isu diantara mereka! Parah!!!

Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dan berkata
Kata bersungut-sungut ini adalah kata yang sama dipakai di terjemahan Yunani perjanjian Lama (Septuaginta) διεγογγυζον. Orang-orang Israel bersungut-sungut melawan Musa dan Harun di padang gurun, (Keluaran 15:24; 16:2, 7-8; Bilangan 14:2; 16:11) dan hanya muncul dua kali di Perjanjian Baru, Lukas 15 dan Lukas 19 :7. Perhatikan, narasi yang sama bukan? Orang berdosa yang jadi masalah mereka.
Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." (Luk 19:7)
Dan inipun keluar dari mulut orang-orang Farisi.
Anak kalimat “bersungut-sungutlah orang farisi dan tetapi semua orang yang melihat itu bersungut-sungut” menunjukkan bahwa banyak orang yang bersungut-sungut, bersungut-sungut diantara mereka mereka sendiri ataupula bersungut-sungut dihadapan banyak orang. Suara-suara bising sungut-sungut ini menular dari Farisi ke orang banyak yang nantinya suara gemuruh ini akan semakin naik nadanya semakin keras suaranya dan menemukan puncaknya berteriak keras dengan penuh kebencian “Salibkan Dia!”.
"Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."
Kata menerima disini memakai kata Yunani prosdechomai προσδεχεται, dari kata dasar dechomai. Dechomai memiliki arti menerima, sedangkan prosdechomai memiliki arti yang lebih dalam “menerima dalam kasih persaudaraan”.
Kata pertama dapat diartikan sebagai kesediaan seseorang untuk menerima orang lain duduk dan berbicara. Kata kedua memliki arti menerima sebagai seorang saudara. Pasti pernah dong melakukan dan merasakan hal yang demikian? Menerima atau diterima sebagai teman, yang bisa duduk dan ngobrol tetapi tidak sampai hubungan yang lebih erat, sahabat layaknya saudara full into fellowship.
Kalimat diatas seharusnya ada penekanan emosi dari orang-orang Farisi. Sinis. Dalam pandangan mereka, Yesus Kristus sudah tercemari oleh orang-orang najis tersebut. Makan sehidangan dengan mereka, dan perhatikan YESUS yang menerima mereka artinya bisa jadi Yesus berlaku sebagai tuan rumah!!! Jreng-jreng!!!

Dan makan bersama-sama dengan mereka (pula) (penambahan kata pula utk memberikan efek emosi)
Makan bersama-sama di dalam rumah dalam kultur Timur Tengah, saya pikir juga sama dengan kultur budaya kita di Indonesia ini, bahwa menerima makan dirumah adalah tanda penerimaan total! Dengan bersama mereka Yesus menerima orang-orang berdosa ini. Jika yang menjadi tamu adalah seorang pemimpin atau guru spiritual maka orang-orang desa percaya bahwa tamunya ini mengimpartasikan sebuah berkat dengan kehadirannya. Bayangakan apa yang dipikirkan oleh orang-orang Farisi dan Ahli Torat, mereka menganggap Yesus sudah tercemari dengan kenajisan tamu-tamuNya. Itulah yang ada dibayangan orang-orang Farisi dan Ahli Torat tentang perjamuan makan antara Yesus sang Tuan Rumah dan orang-orang yang dikucilkan oleh masyarakat yang merasa dirinya benar!

Perhatikan bahwa di kemudian hari ada tercatat perselisihan antara Petrus dan Paulus tentang masalah makan ini. Paulus menceritakan peristiwa ini dari sisinya baca di Galatia 2:11-12
Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (Gal 2:11-12)
Isunya jelas, Petrus duduk dan makan bersama-sama dengan orang-orang Kristen bukan Yahudi yang tak bersunat!! Persahabatan adalah satu hal biasa, tetapi duduk dan makan bersama-sama adalah lebih dari sekedar persahabatan.

Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: (Luk 15:3)
Then Jesus told them this parable: (Luk 15:3)

Lukas kemudian membawa kita masuk kedalam tiga cerita dengan menyebut singular parable, satu perumpamaan. Seandainya tiga cerita ini adalah tiga perumpamaan maka dia akan menyebut these parables/perumpamaan-perumpamaan ini.
Ada dua tempat lagi dimana Lukas melakukan hal yang serupa, Lukas 5:36-39 dan Lukas 6 :39-41.
Jadi jelas bahwa Lukas lima belas ini adalah satu unit (Gordon menyebutkan tentang istilah sense unit).

Kata mereka merujuk pada yang hadir pada saat itu, yang dengan tepat tertuju kepada ahli Torat dan orang-orang Farisi akibat sungut-sungut mereka.

Perhatikan Yesus tidak mengatakan perumpamaan ini kepada awam, audiens yang Yesus tuju adalah orang-orang terpelajar, orang-orang yang terdidik sama sama seperti Yesus, kelompok haberim juga, yang sekarang sedang kecewa dan marah kepada Yesus karena makan dan menerima orang-orang berdosa, orang-orang buangan ini dalam sebuah fellowship, persaudaraan yang penuh.
Dan bammmmm!!!! Yesus menghantam mereka dengan babak pertama yang benar-benar menampar mereka!

Demikianlah para Rabbi mengajar dan menyampaikan didikan, dengan bercerita, bukan dengan pernyataan atau rumusan langkah-langkah untuk bisa berfellowship dengan Yesus.
Kasih karunia TUHAN untuk semua orang, ini yang YESUS mau sampaikan, ayuuuk sini bersuka cita bersama karena kasih karunia yang diberikan.
Yesus memakai kiasan, metaphora, perumpaaman dan drama untuk menyampaikan pesan, kabar sukacita.
Yesus tidak berkata “kasih TUHAN tidak ada batasnya”,
tetapi dia menceritakan perumpamaan “Tentang yang Hilang”



Bersambung…

No comments:

Post a Comment